The Power Of Emak-Emak

image

Indonesia kini tengah berbenah. Rakyat mulai melek informasi dan teknologi. Opini dan berita yang selama ini dimonopoli korporasi perlahan tumbang oleh arus opini yang dibangun jejaring grassroot melalui media sosial. Wajah Indonesia tak lagi ditutupi oleh makeup pembangunan semu. Rakyat bangkit, memantau, mengawasi, lalu membentuk arus opini yang dapat membangkitkan people power.

Ketika hukum dan keadilan menjadi permainan penguasa. Rakyat bangkit menghimpun kekuatan melalui dunia maya. Rakyat yang sudah terkoneksi kemudian bergerak menunjukan eksistensi di dunia nyata. Aksi Bela Islam yang berjilid-jilid selalu mampu menarik jutaan rakyat turun kejalan adalah bukti nyata bahwa Indonesia pun kini tengah “berbenah”. Rakyat kini menjadi kontrol sosial atas kesewenang-wenangan yang dilakukan penguasa.

Pilkada di yang terjadi dibanyak daerah mulai menunjukan pergeseran nilai. Rakyat mulai cerdas dalam menentukan pilihan dan mulai berorientasi jangka panjang. Banyak calon kepala daerah yang masih terpenjara dalam fragmen politik konvensional akhirnya tumbang. Mereka yang masih berfikir suara rakyat dapat dibeli oleh iming-iming uang, sembako, dan pembangunan semu yang hanya menguntungkan golongan tertentu akhirnya tumbang. Rakyat benar-benar telah menjadi kontrol sosial bagi penguasa.

Muncul istilah “the power of emak-emak”, ini bukan isapan jempol. Emak-emak yang dulu hanya disibukan oleh urusan rumah tangga, kini mereka pun tetap disibukan oleh hal yang sama, tapi bedanya kini mereka menggenggam senjata peradaban smartphone. Emak-emak yang sambil masak, nyuci, nyapu, mengasuh anak, tak lagi hanya ngerumpi disekitaran tetangga. Mereka bahkan bisa teriak sampai mengguncang dinding istana.

Harga beras naik, cabai naik, daging naik, TDL naik, LPG langka, biaya pendidikan mahal, buku anak disusupi pesan amoral, harga-harga serba mahal, maka emak-emak akan teriak di media sosial. Teriak itu akan saling ditimpali oleh komen, share, like dan akhirnya saling terkoneksi antara ribuan hingga jutaan teriakan emak-emak yang merasakan hal sama. Selanjutnya dari teriakan emak di dapur itu menjadi viral di dunia maya dan menimbulkan kepanikan skala nasional. Ingat beberapa tahun lalu ketika terjadi sengketa antara Ibu Prita dengan RS.OMI karena muatan email yang dishare Bu Prita. Apa jadinya sekarang ketika email telah usang digantikan Whatsapp dan BBM? maka kekuatan ledakan yang dapat ditimbulkan emak-emak menjadi berkali-kali lipat, mengerikan!

Pemerintah jangan abai akan fenomena ini. Mereka harus putar otak untuk menenangkan hati emak-emak. Jangan coba-coba menenangkan emak-emak hanya dengan lips cosmetic, karena mereka akan kembali teriak dengan lebih kencang dan sadis. Jika emak-emak sudah angkat “senjata”, kelar idup lu..!

Kaum emak juga sukses turut andil memporak-porandakan pasar kapital melalui bisnis onlen. Sekarang The power of emak-emak kembali menunjukan tajinya baru-baru ini dalam perhelatan pilkada DKI Jakarta. Ketika aroma ketidak netralaan pemerintah pusat tercium pekat, emak-emak pun keluar dapur turut bangkit mengawal. Banyak emak-emak dari penjuru negeri ikut datang ke Jakarta menjadi relawan mengawal pemungutan suara di tingkat TPS. Munculnya Bang Japar (Jawara dan Pengacara) pun diinisiasi oleh seorang emak bernama Fahira Idris. Setelah polisi tak mampu juga menangkap seorang Iwan Bopeng, emak-emak pun bangkit turut mengawal jalannya perhelatan akbar Ibukota.

Ini warning bagi pemerintah, bahwa kumpulan emak-emak yang menggenggam smartphone lebih mengerikan ketimbang ancaman bom nuklir sekalipun. Ketika suara mahasiswa tenggelam ditelan kenyamanan, ketika suara kaum bapak tak begitu nyaring karena disibukan rutinitas sebagai kepala rumah tangga, maka kontrol sosial atas negeri ini sekarang berada dipundak emak-emak. Teruslah berkicau, janganlah lelah untuk mengawal negeri ini dalam berbenah, the power of emak-emak selalu menjadi tokoh sentral dibalik layar pada setiap peradaban.
Salam Hormat untuk seluruh emak-emak yang tak lelah berjuang untuk negeri tercinta Indonesia.

Leave a comment